“Allahu akbar...Allahu Akbar...”
Alarm azan berkumandang
membangunkan Fety. Sejenak ia berusaha mengumpulkan seluruh nyawanya.
Yes, ini hari besar! Akhirnya hari yang di tunggu-tunggu tiba juga.
Yes, ini hari besar! Akhirnya hari yang di tunggu-tunggu tiba juga.
Hari ini Fety akan menyempurnakan
hadiah ulang tahunnya. Sebuah SIM atas namanya sendiri.
1 bulan yang lalu, Fety merayakan
ulang tahunnya ke-17 dan mendapatkan hadiah sebuah sepeda motor. Segera setelah
mengurus KTP, tak sabar Fety ingin mendapatkan SIM, agar ia bisa segera
berkeliling kemanapun yang ia inginkan dengan motor barunya itu. Daftar
kunjungannya sudah panjang. Bersama teman-temannya ia berencana menghabiskan
malam mingguan, shopping bersama, hingga kemping ke gunung. Tinggal tunggu SIM!
Dan itu adalah hari ini.
Sebulanan ini Fety sudah
mempersiapkan diri. Ini bahkan lebih keras daripada persiapannya menghadapi
Ujian Nasional. Dari 100% orang yang ia survey mengenai cara mereka mendapatkan
SIM, ternyata 99% menggunakan jasa calo. 99%! Sebuah angka yang fantastis.
Harga resmi mengurus SIM 100 ribu
rupiah dengan nyaris tanpa cerita sukses. Sedangkan harga calo 500 ribu rupiah
dengan nggak pake ribet dan telah dilakukan oleh sejuta umat. Tapi bagaimana
ya, Papa hanya mau memberi hadiah Motor, Mama memberi kado helm bunga-bunga
yang cantik dan serasi dengan motor plus jaket kulit keren, Kakaknya yang
selalu kere memberi amplop 100 ribu untuk buat SIM. Itu saja. Tidak ada lebih. Kalau
harus pakai calo, darimana harus dapat 400 ribu lagi?
Masa
iya sih nggak ada cerita orang bisa sukses tanpa calo? Karena penasaran, Fety mulai googling
mengenai cara mendapatkan SIM. Apa benar orang di negeri ini SIM-nya aspal
semua? Kalau sampai benar begitu, bisa di gugat tuh lembaga kepolisian.
Untung si Mbah Google selalu bisa
menjawab segalanya. Dan ternyata ada juga kok orang-orang yang bisa lolos ujian
SIM C tanpa harus menanggung dosa menyuap Bapak dan Ibu Polisi. Cerita sukses
mereka benar-benar menginsprasi Fety.
Anggaplah
ini latihan menghadapi UN Fet, walau kemungkinannya kecil, tapi kamu harus bisa
tembus. Ini nggak mungkin lebih sulit dari Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri
kan? pikirnya
membesarkan hati yang tidak yakin.
Tapi ya memang tidak ada pilihan
lain untuk punya SIM. Nyogok dengan nilai 5 kali lipat lebih mahal ia tak
mampu. Dan kalau pun uangnya ada, apa tidak lebih baik dipakai buat jalan-jalan
ya? Atau beli jins keren? Atau beli novel terbaru? Wish list panjang rasanya
kok ya sayang dikorbankan untuk nyogok.
So
Ganbatte Fety. Cayo. Kamu pasti bisa!!! tekadnya
seraya membayangkan Ralp Macchio yang tengah mengikat kepala di dalam film
Karate Kid.
Mulai dengan browsing soal-soal
ujian tertulis. Untung model ujian tertulis banyak beredar di internet, jadi ia tidak
perlu membeli buku BANK Soal Ujian Teori SIM C – dijamin lulus. Akan ada 30
soal yang harus diselesaikan. Fety sudah berlatih dengan menggunakan stop
watch. Ia harus benar 95% dalam 30 menit. Seperti orang minum obat, dalam 1
hari Fety mencoba melakukan 3x try out. Setelah berlatih beberapa minggu, urusan
teori di jalan, Fety bisa dibilang bagai keran yang tinggal dibuka. Ngocor
lancar bagai air yang mengalir.
Untuk ujian praktek, Fety
berlatih setiap pagi buta. Dengan motor barunya, ia berlatih ketangkasannya menguasai
motor di depan rumah. Dari video YouTube, ia mempelajari apa saja yang diujikan
dalam ujian praktek SIM. Dengan bantuan jalur yang dibuat dengan jajaran batu,
ia mencoba untuk mengendari motor secara lurus melewati jalur sempit dan
mengemudi zig-zag. Sedangkan ujian berupa mengendarai motor membentuk angka 8
atau huruf U, dibuatnya dengan bantuan kapur tulis di aspal depan rumah.
Farhan kakaknya sampai heran dan
setengah mengejek, “Ya Oloh Fet, lu niat
amat sih.”
Farhan sebenarnya harus Ujian SIM
juga. SIM lamanya terlambat diperpanjang. Itulah resiko orang yang suka
menunda-nunda. Perpanjang SIM itu sebenarnya hanya 5 menit di SIM Keliling
terdekat. Bayarnya cukup 75 ribu rupiah saja. Cuma karena banyak alasan,
jadilah SIM Farhan keburu mati selama 6 bulan. Dan kini ia harus memproses
lagi dari awal. Bersama Fety.
***
Kini tibalah hari yang
ditunggu-tunggu. The big day! Pagi-pagi, semua teori mempersiapkan diri ala
menghadapi UN dipraktekkan.
Tidur dan istirahat cukup. Cek.
Mandi dan sikat gigi supaya
bersih dan wangi. Cek.
Sarapan. Cek.
Setor apa yang bisa disetor ke
kamar mandi sebelumnya. Cek.
Bawa perlengkapan perang (pinsil,
polpen, KTP asli, fotokopi KTP, uang 100 ribu untuk SIM, 25 ribu untuk
pemeriksaan kesehatan, 30 ribu untuk asuransi, 45 ribu untuk jajan dan ongkos).
Cek.
Pukul 8 kurang, Fety dan Farhan
telah siap menggedor pintu gerbang kantor polisi.
“Mau buat SIM dimana Bu?” katanya
dengan penuh semangat.
“Di loket dalam Dik, masuk saja,”
sambut ibu polwan cantik yang menjaga di pintu utama.
“Polwan sekarang bening-bening
ya,” bisik Farhan ke adiknya.
Setelah membayar dan mengisi
formulir, kedua kakak beradik itu menjalani pemeriksaan kesehatan. Fety selama
ini sudah rajin jalan pagi untuk menjaga staminanya. Sekedar persiapan jika ada
cek kesehatan berupa tes tekanan darah, penglihatan mata, pengukuran tinggi
badan, menimbang berat badan dan mengecek tekanan darah. Ia sebenarnya
deg-degan juga. Bagaimana jika tes kesehatan mata ia kedapatan buta warna atau
matanya menderita rabun dekat? Bagaiman jika setelah tes darah, ia kedapatan
menderita AIDS atau sejenis. Iiiii serem.
Ternyata apa yang didapatnya?
“Tinggi badan berapa?”, tanya seorang perawat
dengan malas-malasan.
“155”
“Berat badan?”
“55,” katanya malu-malu.
“Golongan darah?”
“Ehm lupa.... A sepertinya. Eh
bukan B deh kayanya,” jawabnya penuh rasa ragu. Fety lupa kapan terakhir kali
ia tes golongan darah. Pernah nggak ya? Ia juga lupa. Tadinya ia pikir ia akan
di tes di sini.
“Ok, nanti Surat Keterangan Sehat
di ambil didepan ya? Bayarnya 25 ribu”.
Ha?
Begitu saja? 25 ribu untuk menuliskan data di lembar surat kesehatan? Tau gitu
kan gua bilang aja tinggi gua 175 cm dengan berat 50 kg. Postur impian. Semoga
bisa menjadi doa.
Ah sudahlah. Selanjutnya mending
menghibur diri menonton film dokumenter tentang cara berkendaraan di jalan raya
sambil menunggu waktunya ujian tertulis.
Bret! Mati lampu. Masya Allah,
jangan bilang ujian harus ditunda.
Saya
harus punya SIM hari ini.
Udah nggak sabar nih pengen jalan-jalan.
Ujian tertulis tetap dilaksanakan
dengan cara manual. Pak Polisi membagikan soal yang telah dilaminating. Fety
bersebelahan dengan kakaknya. Berkat latihan rutin, soal-soal itu terasa sangat
mudah baginya.
19. Helmisasi
perlu dilakukan untuk mencegah cedera pada bagian kepala bila mengalami suatu
kecelakaan, ketentuan yang harus diikuti
adalah sbb :
a. Pengemudi saja yang harus memakai Helm
b. Pengemudi dan pembonceng harus memakai Helm
c. Pengemudi sepeda motor yang kurang dari 100 CC tidak diharuskan memakai helm.
a. Pengemudi saja yang harus memakai Helm
b. Pengemudi dan pembonceng harus memakai Helm
c. Pengemudi sepeda motor yang kurang dari 100 CC tidak diharuskan memakai helm.
Ditandainya
huruf B pada di lembar jawaban. Ini sih
super duper mudah.
20. Apabila
petugas mengatur lalu lintas dengan sempritan, tiupan panjang satu kali, berarti :
a. Jalan
b. Berhenti
c. Meminta perhatian pemakai jalan
a. Jalan
b. Berhenti
c. Meminta perhatian pemakai jalan
Ini gampang juga. B tentu saja. Disempatkanya melirik lembar
jawaban sang kakak. Nomor 19 C. Nomor 20 A.
What? Ia tahu kakaknya ini emang rada
parah secara akademis. Penyandang rangking 10 besar dari bawah di kelas ini
sepertinya perlu bantuan seorang adik.
“Kak,” bisiknya. Berusaha
bertelepati dengan kakaknya. Udah ini
nyontek punyaku aja. Pelan-pelan diarahkan lembar jawaban agar kakaknya
bisa melihat jawabannya.
Kakaknya pun menurut saja, dan mulai
menghapus jawabannya sendiri. 1-5, B C A
A A. 6-10 B A A B C.
Fety sekali lagi memeriksa
jawabannya. Ia sangat percaya diri soal ini.
“Waktu habis, jangan lupa
menuliskan kode soal di sudut kanan atas ya.”
Haaa?
Ada kode soal?
Dilihat kode soalnya adalah A.
“Kakak kode soalnya apa?”
“D”
Jadi
soal kita beda?
Fety berusaha bersembunyi dari tatapan siap mencekik kakaknya.
Benar saja Fety benar 29 soal
dari 30 soal. Lulus.
Kakaknya benar 1 soal dari 30
soal. Tidak lulus. Ulang lagi minggu depan.
***
“Yes! Yes! Yes!” seorang wanita
muda tampak memperlihatkan ekspresi kegembiraan yang luar biasa setelah
mengetahui bahwa ia lulus.
“Lulus ya Mbak?”
“Ia, akhirnya bisa lulus juga
setelah 3x gagal”
“3x gagal?”
“Iya yang pertama gagal cuma
benar 10 soal dari 30, ulang 1 minggu kemudian. Kedua gagal lagi karena cuma
benar 15 soal, di suruh ngulang 3 minggu kemudian. Eh ketiga masih gagal juga
karena cuma benar 20 soal, ulang 5 minggu kemudian. Hari ini yang ke-4 kali.
Akhirnya bisa tembus benar 24 soal. Mungkin Pak Polisinya kasihan, jadi dikasih
soal yang mudah,” jelasnya dengan muka masih sumringah.
“Niat banget Mbak. Nggak tergoda
pakai calo? Sabar banget menunggu sampai
10 minggu dan 4x bolak-balik,” tanya Fety antara kagum dan heran.
“Nggak ada calo-calo, saya harus
bisa!” mata wanita muda itu menerawang. “Adik saya meninggal karena ditabrak
motor oleh pengendara yang tidak becus membawa motornya. Saya tidak mau jadi
orang yang menghilangkan nyawa orang lain hanya karena saya tidak bisa
berkendaraan dengan benar.”
Waduh,
tissue mana tissue...
Fety agak panik melihat si Mbak matanya mulai berkaca-kaca.
“Ah, sudah lah. Yuk siap-siap
ujian praktek,” ajak si Mbak.
Ujian praktek seringkali digambarkan bagai mencari jarum dalam tumpukan jerami. Mission Impossible yang
sepertinya hanya bisa dilakukan oleh Tom Cruise.
Setelah komat-kamit merapal doa, ketika gilirannya tiba, Fety mencoba memulai menstater motornya. Dijaganya kecepatan motornya tetap
terkendali. Benar-benar pelan-pelan. Gigi dua saja. Melalui jalur lurus yang sempit. Lolos.
Kemudian jalur zig zag. Waduh agak
susah. Brak! Satu palang jatuh. Ini agak susah dibanding waktu latihan. Waktu latihan
Fety hanya memanfaatkan batu kecil, ternyata kalau palang yang memiliki
ketinggian sekitar selutut, kesulitannya bertambah beberapa kali lipat. Total 3
palang jatuh.
Terakhir melalui jalur berbentuk
angka 8. Ini bisa dilalui dengan mulus. Tapi sayang, lebih dari 2 kesalahan,
artinya Tidak Lulus dan harus mengulang minggu depan.
Dengan kuyu, Fety menepi ke
warung di samping tempat tes. Sambil menyomot beberapa gorengan yang tersedia,
ia mengamati setiap peserta. Si Mbak lulus pada percobaan pertama! Fety ikut
bersorak gembira. 10 Minggu!!!
Ok, jika ia hanya disuruh ulang
minggu depan, tentu bukanlah hasil yang terlalu buruk.
Hampir 1 jam Fety masih asyik
mengamati bagaimana orang-orang menjalani ujian praktek. Banyak yang gagal,
tapi ada juga yang berhasil. Ada yang menyumpah serapah, ada yang
berbisik-bisik dengan pak polisi. Kalau Anda ingin tahu kepribadian orang, coba
lihat bagaimana mereka melalui ujian praktek SIM. Keluar deh aslinya.
“Sudah tes-nya dik?", seorang
polisi menyapanya.
“Sudah Pak, disuruh coba lagi minggu depan,”
katanya dengan antena mulai keluar. Jangan-jangan
si Bapak mau menawarkan jasa calo nih.
“Tadi pakai motor apa?”
“Motor Bebek”
“Di rumah pakainya apa?”
“Honda Beat.”
“Kenapa tidak pakai yang Honda Beat?”
“Tadi lagi dipakai, saya kira
tidak boleh memilih.”
“Boleh dong. Mau mencoba lagi?”
“Masih boleh coba lagi Pak?
Sekarang?”
“Boleh dong.”
Fety masih siap menunggu
permintaan uang atau sejenisnya. Ternyata tidak ada.
Ia pun mencobanya sekali lagi.
Mungkin pengaruh memelototi orang selama 1 jam terakhir dan mengendarai motor
yang nyaman, kali ini ia lulus dengan sempurna.
LULUS. Hasil jerih payahnya
selama 1 bulan terbayar lunas. Surat itu dipandanginya dengan mata berkaca-kaca.
Hanya dalam setengah hari SIM itu ada ditangannya. Dan sore ini juga ia bisa
berjalan-jalan keliling kota. Dengan SIM asli!
* T * A * M
* A * T *
(1750 kata)
Cerpen ditulis dalam rangka
Kompetisi Menulis
Fiksi dengan tema ‘Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan”
#SafetyFirst yang diadakan oleh Yayasan Astra Honda Motor bekerja sama dengan
nulisbuku.com.
Cerpen ini
terinspirasi dari pengalaman saya ketika mendapatkan SIM A di Polwiltabes
Bandung tahun 2008. Saya sangat prihatin melihat lazimnya percaloan dalam
mendapatkan SIM. Sama seperti Fety, 99% orang yang saya kenal mendapatkan SIM
dengan tanpa melalui prosedur yang semestinya.
Apakah itu
mempengaruhi tingkat kecelakaan yang sangat tinggi?
Berikut
faktanya: menurut
Humas Polda Metro Jaya, banyak kecelakaan biasanya didahului PELANGGARAN lalu
lintas. Berdasarkan catatan Kasubdit Pembinaan dan Penegakan Hukum Dilantas
Polda Metro Jaya dalam sehari bisa dikeluarkan 3.254 lembar bukti pelanggaran.
Dimana 2.197 dilakukan oleh pengendara motor. Dalam 1 hari! (Kompas, 17
September 2015)
Mereka yang ingin mendapatkan SIM itu lupa jika pengendara di
jalan raya memiliki tanggung-jawab ganda terhadap diri sendiri, penumpangnya
dan keselamatan pemakai jalan lain.
Pak Polisi, kalau Anda ada niat mengurangi angka kecelakaan,
tolong dong jangan mengeluarkan SIM tembak. Jangan pura-pura nggak ngeliat
amplop sogokan di laci Anda.
Buat teman-teman yang mau buat SIM, tolonglah untuk sedikit
USAHA belajar cara membawa kendaraan yang benar dan mempelajari peraturan di
jalan raya. Janganlah tergoda NYOGOK untuk SIM. Nyawa Anda, penumpang, dan
pengguna jalan lain menjadi taruhannya!
Terima kasih
buat sejumlah pengalaman mendapatkan SIM yang dipublish di blog. Semoga menjadi
masukan berharga dan menunjukkan bahwa mendapatkan SIM melalui jalur resmi itu
bukan hal yang tidak mungkin.
Yuk kita taat
hukum dengan tidak menyuburkan praktek suap sekaligus menjaga keselamatan diri
sendiri, penumpang dan pengguna jalan lain dengan menaati prosedur resmi untuk
mendapatkan SIM. Percayalah, itu tidak sesulit yang diduga.
Cerita saya di
atas mungkin fiksi, tapi silahkan tengok pengalaman nyata beberapa orang ini:
https://novanherfiyana.wordpress.com/2014/05/31/membuat-sim-c-baru-di-polrestabes-bandung-1-ujian-teori-lulus-ujian-simulator-tidak-lulus/
Komentar
Posting Komentar